Mahakarya Dari Perbaungan Bernama Serampang XII
BILA membicarakan kesenian tradisionil Melayu, khususnya seni tari,
tentulah nama Perbaungan tak bisa diabaikan begitu saja. Kota yang
kini berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai di Sumatera Utara ini
bukan saja pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Serdang di masa
lalu, tapi kota ini adalah kota kelahiran seniman tari tradisonil
Melayu ternama Guru Sauti. Di kota inilah mahakarya tari yang terkenal
bernama Serampang XII tercipta dan berkembang. Sebenarnya Kota Perbaungan bukan saja pernah melahirkan seorang bernama
Sauti dan Serampang XII, tapi masih ada lagi seni tradisi yang lahir dan
berkembang dari kota ini misalnya Drama Tradisionil Makyong, Drama
Bangsawan, Tarian Zapin dan juga Pencak Silat Lintau. Namun karena
tulisan ini fokus pada tari Serampang Dua Belas maka hal yang lain
tersebut tidak diketengahkan.
Memang begitulah kenyataannya. Beberapa seniman dan pengamat kebudayaan
yang sempat penulis wawancarai untuk melengkapi tulisan ini mengatakan,
bila membicarakan seni tradisionil Melayu, seni tarinya merupakan hal
yang “populer”. Dalam kaitan itu Serampang XII tak bisa diabaikan.
“Bila sudah menyangkut ‘Serampang XII’ tentu saja ada Sauti dan
Perbaungan di situ,” ujar Zubaidi (70) pada penulis akhir April 2011
lalu. Artinya, Serampang XII pernah berjaya. Ciptaan anak Perbaungan ini
pernah melanglang ke negara Asean hingga ke Jepang bahkan ke beberapa
negara Eropa . Dalam setiap pagelarannnya nama Sauti dan kota
kelahirannnya ikut populer.
“ Masa keemasannya,banyak seniman dari banyak kota dan negera datang ke Perbaungan untuk belajar tari itu,” kenang Zubaidi.
Awal Perkembangan
Zubaidi adalah seniman tari Melayu yang tinggal di Perbaungan. Lelaki
yang mulai tampak renta ini adalah murid pertama Guru Sauti yang
menerima pelajaran tari Serampang XII yang fenomenal itu.Walau ia tak
pernah tampil ber-serampangduabelas ke manca negara, tapi ia cukup
bangga karena sebagai murid pertama yang menerima ajaran tari itu dari
Sauti, bersama Jose Rizal Firdaus, seorang seniman tari terkemuka di
Sumatera utara, pernah tampil di banyak pagelaran di Indonesia.
Dari keterangan Zubaidi dan beberapa sumber yang penulis
perolehSerampang XII adalah tarian tradisional Melayu yang berkembang
di masaKesultanan Serdang. Tarian ini menurut Zubaidi merpakan inspirasi
dari irama “Tari Lagu Dua” yang
digandakan tempo atau kecepatannya (2/4).
Dengan kecepatan tempo tentu tidak pernah diiringi dengan nyanyian .
Tarian ini mengutamakan gerakan yang lincah. Gerak kaki yang banyak
melompat-lompat, gerak cepat tangan serta lirikan mata.
Serampang XII dipersembahkan pada khalayak ramai, atau pada pertunjukan akbar pada 9 April 1938 di Grand Hotel Medan.
Pada pertunjukan perdana ini Guru Sauti sendiri yang menampilkannya
bersama OK Adram dengan pasangan penari perempuan masing-masing. Sejak
penampilan inilah tari ini
menjadi perhatian dan perbincangan khalayak, khususnya para seniman tari Melayu kala itu.
Kemudian tarian ini ditampilkan kembali di tahun 1941 dalam rangka
malam dana dan amal dari masyrakat yang dikoordinir oleh “Commite
Bandjiir Serdang”, sehubungan di kala itu wilayah Serdang dilanda
banjir. (lihat buku Karya Tuanku Luckman Sinar’ Kebudayaan Melayu
Sumatera Timur’).
November 1952 oleh yayasan “Budaya Medan “ pimpinan Schoolpziener Abdul
Wahab” (masa itu menjadi Kepla JawatanKebudayaan Sumatera Utara),
dimana Sauti bersama kawan-kawannya diberi kesempatan untuk tampil
kembali membawakan Serampang XII (lihat buku Karya Tuanku Luckman
Sinar’ Kebudayaan Melayu Sumatera Timur’).
Setelah tampil di tiga hajatan tersebut Serampang XII menjadi populer di
wilayah pantai pesisir timur Sumatera. Kemudian secara perlahan
berkembang ke berbagai wilayah kota provinsi yang ada di Sumatera,
termasuk Aceh. Hingga akhirnya tarian ini populer juga di kawasan
negara Asean.
Di era1940-an hingga era1960-an Serampang XII memetik masa
keemasannya. Kota Perbaungan dan Sauti sendiri banyak didatangi para
seniman dan akademisi kebudayaan dari Asean untuk menggali lebih dalam
soal tarian ini.
Asal usul
Dari pengakuan Zubaidi, beberapa pemerhati seni budaya Melayu dan buku
“Kebudayaan Melayu Sumatera timur” terungkap bahwa asal usultarian ini
bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi
tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari.Karena tari ini tidak beraturan maka
datanglah pemikiran dari Sauti untuk menciptakan tarian dengan dua
belas ragam tari yang kemudian disebutnya
Serampang XII.
Dari beberpa kali pertemuan yang pernah penulis lakukan (semasa penulis
menjadi Redaktur Budaya Harian Waspada- Thn 2000 s/d 2008) dengan
seniman tari Melayu Tengku Mira Sinar, dapatlah terangkum sperti ini :
Semelua berawal dari Tari Pulau SariKemudian diganti Serampang XII
karenanamapulau Sari dirasa kurang tepat oleh Sauti. Di samping tarian
ini bertempo cepat (quick step).
Semuatarian yang diawali kata “pulau” biasanya bertempo rumba, seperti
Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang
XIImemiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari Serampang Laut.
Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari
Serampang XII. Makna “dua belas”sendiri berarti tarian dengan gerakan
tercepat di antara lagu yang bernama serampang.
Tari Serampang XIImerujuk pada ragam gerak tarinya yang berjumlah 12,
yaitu: 1- Ragam tari permulaan/pertemuan pertama, 2- Ragam tari cinta
meresap, 3-Ragam tari memendam cinta,4- Ragam tari menggila mabuk
kepayang,5- Ragam tari isyarat tanda cinta,6- Ragam tari balasan
isyarat,7- Ragam tarimenduga,8- Ragam tari keraguan,9- Rgam tari
jawaban,10- Ragam tari pinang-meminang,11- agam tari mengantar
pengantin, 12- Ragam taripertemuan kasih.
Menurut Tengku Mira Sinar, tarian ini merupakan kolaborasigerak antara
tarian Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat
dilihat pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik
pengiringnya.
Soal pengaruh Portugis ini banyak pemerhati seni budaya Melayu sepakat
dengan Mira Sinar. Seni Budaya Portugis memang mempengaruhi bangsa
Melayusejak bangsa Eropa ini menjajah ke wilayah pesisir pantai timur.
“Campuran” initerlihat dari gerak tari tradisionilnya (Folklore) dan
irama musik tari yang dinamis, dan itu tersimak dengan nyata dapat dari
tarian Serampang XII.
Dalam sebuah kesempatan berbincang dengan Seniman Tari senior Sumatera
Utara Jose Rizal Firdaus, terjelaskan juga bahwa Tari Serampang
DuaBelas memang ada pengaruh budaya Portugis. Dan tari ini juga
berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan
pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang
tua sang dara dan teruna.
Pada awalnya tarian ini hanya dilakukan sepasang lelaki karena pada
waktu itu dinilai tabu bila tarian ini dilakukan perempuan dengan
melenggak-lengokan tubuhnya. Lalu pada perkembangannya kemudian
perempuan diperbolehkan.
Diperbolehkannya perempuan memainkan Tari Serampang XIIternyata berpengaruh positif terhadap perkembangan tarian ini.
Tak Bertuan
Sejak tahun pertama tarian ini diciptakan hingga tahun 70-an
perkembangan dan kualitasnya cukup membanggakan.Berbagai hajatan
selalu saja ada tari ini ditampilkan. Ada dalam bentuk lomba di berbagai
jenjang pendidikan sampai bermunculan banyak sanggar seni tari Melayu
di banyak kota.
Sayangnya, ketika memasuki era 90-an denyut tarian ini memantik keprihatinan dan kegelisahan. Betapa tidak, bukan saja soal kuantitas dan kualitas, tapi ada hal yang teramat miris. Di kota Perbaungan, sebagian besar masyarakatnya tidak tahu siapa Guru Sauti. Banyak yang tahu secara utuh apa dan siapa di balik Serampang XII, bahkan tak tahu tarinya.
Di Perbaungan, di kota kelahiran Sauti tak ada lagi ditemui sanggar tari tradisionil Melayu yang tubuh secara serius. Kalau pun ada hanya dadakan.Itu pun teramat langka mencarinya. Dan penulis selalu mendapatkan para remaja yang kebetulan menari Serampang XII tak tahu sipa pencipta tari yang ia tarikan dan juga makna gerakan yang ditarikan.
Di tempat lahirnya tari ini seperti tak bertuan. Di Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki motto “Tanah Bertuah Negeri Beradat” Sauti dan Serampang XII-nya tak dipertuan: disayangi, dikenali dan dilestarikan. Tak ada sanggar tari Melayu yang dikelola secara profesional untuk anak dan remaja menggali Tari Persembahan dan Serampang XII. Sesekali ditampilkan di sela acara kebupatian tanpa jelas asal usul penari dan kelanjutan sanggar dan tarian itu.
“Saya capek dan letih. Memberi usulan dan menyampaikan pendapat pada Pemkab. Agar dibuka lembaga atau sanggar tari Melayu dan mendirikan museum Sauti. Karena lambat laun sejarah Sauti, Serampang XII akan hilang ditelan zaman,” keluh Zubaidi menyimak kepedulian pemerintah daerahnya terhadap kesenian khususnya kesenian Melayu itu sendiri.” Kota Perbaungan serta wilayah Serdang Bedagai ini masyarakat Melayunya mayoritas. Bupatinya juga orang Melayu, tapi kesenian Melayunya mati,” keluhnya lagi.
Keberadaan Tari yangpernah jayaitu memang menghadirkan banyakkemirisan. Di kota kelahirannya Perbaungan, di Kabupaten Serdang Bedagai, yang katanya beradat itu. tarian ini tak dilestarikan. Sauti sang penciptanya tak dikenal dan tak satu pun ada penghargaan yang diberikan padanya.
Pada sisi yang lain menurut Jose Rizal Firdaus,salah satu yang mengkhawatirkan dari keberadaan tari iniadalah pendangkalan dalam hal teknik menari. Hal ini disebabkan oleh orang-orang dari luar daerahSerdang Bedagai atau Deli Serdang yang memainkan tarian ini tidak didukung oleh penguasaan terhadap teknik yang benar.
Akibatnya, terjadi pergeseran teknik tari dari aslinya.
Kepedulian generasi muda kepada tari ini tak ada lagi. Tak adanyapersebaran tarian ini ke berbagai daerah ternyata semakin tidak diimbangi dengan meningkatnya kecintaan generasi muda terhadap tarian ini. Kondisi ini tidak saja dapat menyebabkan tarian ini hilang karena tidak ada penerusnya, tapi juga bisa hilang karena diklaim oleh bangsa lain
Jose melihat untuk menyelamatkan tari inipemerintah harus melakukan proteksi agar tarian ini tidak diklaim oleh pihak lain, yaitu dengan mematenkan hak ciptanya.
Langkah berikutnya mendekatkan Tari Serampang DuaBelas kepada anak-anak dan remaja. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan tari inisebagai salah satu materi pengajaran muatan lokal.
Dengan cara ini, maka kita telah berusaha menanamkan kepada generasi muda rasa cinta, bangga, dan rasa memiliki terhadap Tari Serampang XII.
Menyelenggarakan perlombaanberkesinambungan dan memberi perhatian serius pada para pemenang tari merupakan kewajibann pemerintah daerah.Menyelenggarakan perlombaan tari artinya mencari orang yang mempunyai kemampuan terbaik dalam menari.
Pemerintah daerah, terutama daerah yang punya kaitan historis dengan tarian ini, harus mampu melahirkan strategi yang bijak:setiap orang secara halus “dipaksa” untuk mempelajari Tari Serampang XIIsecara baik dan benar. Jika cara ini berjalan, maka ada dua hal yang dicapai sekaligus, yaitu lestarinya Tari Serampang XIIpada satu sisi, dan terjaganya kualitas teknik tari inipada sisi yang lain.
Memberikan jaminan kesejahteraan hidup para pelestarinya. Perlu membuat terobosan agar para pelestari Serampang XII, dan juga para pelestari warisan budaya lainnya, dapat hidup layak.
Akhirnya, suka atau tidak dengan kondisi kekinian tarian ini , Serampang XII merupakan mahakarya yang pernah lahir dari seorang Sauti di Kota Perbaungan. Sejarah pernah memberinya ruang tentang sebuah kejayaan dan kebanggaan. Tinggal sekarang apakah kita ingin membenam masa lalunya atau melestarikan demi kebanggan anak cucuk kita. Bila tidak segera, jangan terkejut bila satu waktu ada negera lain yang mengklaim tarian ini adalah milik mereka!****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar